Bisnis Advertising: Dulu dan Sekarang

 Billboard Pekanbaru


Para Account Director atau penanggung jawab akun dan pengelola keuangan (manajer keuangan) perusahaan sering kali melakukan periklanan di situasi dan pilihan yang sulit antara lain layanan kepada klien atau dengan tegas menghentikan layanan saat klien tidak melakukan pembayaran dengan berbagai macam alasan. Menarik untuk kita simak penuturan Philip Ward Barton dan J. Robert Miller dalam buku yang mereka tulis pada tahun 1976 yang berjudul Advertising Fundamentals tentang peliknya kondisi yang dialami biro iklan pada masa tersebut.

Ternyata jauh pada tahun 70an, biro iklan sudah menghadapi masalah yang berkaitan dengan komisi media atau  komisi media.  Pada masa tersebut banyak  media rumah  yang menolak memberikan komisi kepada biro iklan dengan alasan bahwa pada akhirnya iklan yang dipasang oleh biro iklan sebenarnya mereka akan menerima juga tanpa melalui biro iklan sekalipun. Ada memang sebagian media yang merasa wajar memberikan komisi kepada biro iklan dengan asumsi bahwa perjuangan biro iklan dalam mengenalkan media mereka kepada pengiklan perlu dihargai, sementara sebagian lagi tidak berasumsi seperti itu. Pada masa tersebut biro iklan benar-benar hanya menghidupi diri dari pekerjaan kreatif.

Pada tahun-tahun tersebut agensi biasanya lebih banyak melakukan pekerjaan kreatif sementara  penempatan media  dilakukan oleh pengiklan. Para pengiklan merasa bahwa  penempatan media adalah sesuatu pekerjaan yang mudah dan agensi sebaiknya lebih fokus pada pekerjaan kreatif yang memang sulit. Namun, perusahaan-perusahaan kecil sering kali sering meminta bantuan media dalam menyiapkan materi kreatif sehingga biro iklan semakin kewalahan menghidupi diri. Pada masa selanjutnya, agensi mulai menawarkan jasa penempatan iklan kepada pengiklan dengan cara menawarkan pembayaran kredit dimana agensi melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada media dan pengiklan akan membayarnya jauh hari kemudian. Praktek ini mulai disukai oleh pengiklan dan secara perlahan menawarkan penempatan iklan kepada agensi. Nah, sebagai ketidakseimbangan atas pembayaran yang mereka lakukan di depan, agensi meminta komisi kepada media demi membayar bunga atas uang yang mereka sudah bayarkan di depan sekaligus sebagai uang jasa penempatan iklan.

Namun sayangnya, di masa berikutnya lagi, timbul masalah pembayaran dari pihak pengiklan yang kemudian akan merugikan dan mengancam eksistensi agensi. Semakin banyak pengiklan yang terlambat dalam melakukan pembayaran bahkan tertunda-tunda pembayaran bisa terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama, atau jauh melewati waktu yang telah ditetapkan. Media-media house  menganggap bahwa komisi yang mereka berikan kepada biro iklan sudah lebih dari (15 hingga 20 persen) dan oleh karena itu agensi wajib membayar tepat waktu sekalipun pengiklan belum melakukan pembayaran.

Agensi atau biro iklan mulai kewalahan bahkan mengalami kerugian demi kerugian baik dari segi keuangan maupun tekanan persaingan. Agensi bermodal kecil mulai tidak mampu membayar tepat sesuai tenggat waktu sekalipun media house sudah memundurkannya hingga 45 hari sejak tanggal penagihan. Pengiklan juga merasa sah untuk tidak melakukan pembayaran tepat waktu dengan beragam alasan seolah-olah sah untuk diterima. Media dan biro iklan menghadapi dilema yang sangat pelik. tekanan pembayaran yang dilakukan media terhadap biro jelas tidak mudah untuk meyakinkan pengiklan sebab pengiklan bisa saja memindahkan atau memilih biro iklan lain yang memberi jaminan pembayaran yang lebih lama.

Dalam buku yang diterbitkan pada tahun 1976 tersebut dinyatakan bahwa Agency dengan jumlah  klien  aktif hingga puluhan bahkan ratusan tidak merasakan dilema ini sebab perputaran uang mereka sangat lancar dan  media house  relative enggan menekan mereka seperti tekanan yang mereka alamatkan kepada agency kecil.

Hari ini, di era milenial, 40 tahun kemudian, banyak agensi yang mengalami dilema yang sama tertunda-tunda pembayaran yang diajukan oleh sering kali memberatkan mereka dan juga memberatkan  media house  dan juga pihak ketiga lainnya seperti  production house.  Jika misalnya jumlah klien yang dikelola suatu biro iklan sangat terbatas maka tentu saja keuntungan yang dihasilkan juga akan terbatas dan jika masih dibebani dengan pembayaran klien yang tersendat tentu akan memberatkan arus kas perusahaan.

Menerima dan melayani klien dengan pola pembayaran yang sangat tidak jelas ditambah dengan ancaman pemutusan hubungan kerja dalam waktu singkat tentu menjadi dilema bagi perusahaan periklanan khususnya perusahaan dengan penagihan terbatas. Akhirnya perusahaan bermodal besar akan mengambil alih masalah atau dilema ini dan membuat begitu banyak biro iklan kecil menengah gulung tikar. Pada masalah ini, masalah ini akan membuat malas media-media rumah yang terpaksa pontang-panting dalam membiayai operasi mereka sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini ancaman terhadap kesejahteraan profesional yang bekerja di industri periklanan dan media semakin nyata. Satu hal lagi, semakin kuatnya hegemoni perusahaan besar tertentu atas industri ini berpotensi menciptakan oligopoli.

Komentar